Riski Arif Firmanto
PENDAHULUAN
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yakni memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan pikiran. Sedangkan pendidikan yaitu, proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuata, cara mendidik (Nurkolis. 2013: 26). Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakat. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya pembelajaran yang dilakukan secara terstruktur dan sadar untuk menuntun anak sejak lahir untuk mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi alam beserta lingkungannya.
Pada hal ini, Pendidikan Bahasa Indonesia menjadi mata Pelajaran wajib bagi peserta didik baik di tingkat SD, SMP, maupun SMA, bahasa sendiri menjadi salah satu identitas dan menjadi perantara dalam berkomunikasi (Purnama Sari Ayu, 2023 :58). Bahasa Indonesia tidak hanya menjadi bahasa nasional saja namun, sebagai media dalam menyampaikan informasi dan ilmu pengetahuan yang memuat nilai-nilai budaya dan tradisi lokal Indonesia (Erny Rahayu: 2024: 2). Kebanyakan pelajar menganggap Bahasa Indonesia tidak perlu dipelajari karena sudah dipelajari sehari-hari. Namun, anggapan itu keliru, karena seyogyanya Bahasa Indonesia bukan sekedarpenggunaannya dalam komunikasi saja, akan tetapi dalam mata Pelajaran Bahasa Indonesia ini memiliki sub pembahasan yang lebih luas, tidak hanya sebatas alat komunikasi sehari-hari saja.
Salah satu Kemahiran berbahasa yang harus dikuasai oleh peserta didik adalah Kemahiran berbicara dan berfikir kritis. Kemampuan berbicara sangat penting ditingkatkan di sekolah, karena kemampuan berbicara sangat berguna dalam mendukung kehidupan sehari-hari, serta sebagai alat untuk komunikasi dengan individu lainnya (Heryanti Yeti dalam Sihaan, 2023: 432). Penguasaan keterampilan tersebut dapat dilatih melalui pembelajaran Bahasa Indonesia (Widyantara & Rasna dalam Sihaan, 2023: 431). Oleh karena itu, pemahaman terhadap tujuan berbicara harus, hakikat berbicara, alasan berbicara, menjadi dasar untuk mengembangkan keterampilan hingga tahap mahir berkomunikasi secara kritis (Setyonegoro ett all, 2020: 2). Berbiacara merupakan kemampuan menyampaikan pesan secara lisan kepada orang lain (Iskandar Wasid dalam Mustadi Ali ett all, 2018: 132).
Salah satu metode yang melibatkan siswa untuk aktif dalam berfikir secara kritis dalam pembelajaran yakni Cooperative Learning Pada hal ini, seorang pendidik harus membimbing, mengarahkan dan menciptakan kondisi belajar yang kondusif bagi peserta didik sesuai dengan kemampuan potensi yang mereka miliki (Ali Ismun, 2021: 249). Pada penelitian ini, menggunakan metode cooperative learning dalam menganalisis unsur kebahasaan di teks LHO. Teks LHO (Teks Laporan Hasil Observasi) merupakan teks yang memberikan informasi mengenai objek yang hendak di amati serta diteliti secara sistematis (Wulan dan Nursaid, 2023: 215). Teks LHO merupakan teks ilmiah maka strategi untuk berfikir kritis digunakan untuk memilah data yang akurat dan bersifat objektif. Menurut Alfiah (2023: 35), kemampuan untuk menelaah tulisan serta menyering informasi harus dikuasai. Peserta didik harus menguasai kemampuan berfikir secara kritis guna menemukan kaidah kebahasaan yang ada pada teks LHO, baik secara individu maupun berkelompok.
Menurut Suprijono (dalam Tobroni, 2006: 20), hasil belajar merupakan nilai-nilai serta pengertian, sikap, apresiasi, pola perbuatan serta keterampilan. Hasil belajar dapat diukur pada penguasaan materi dan wawasan, kecapakan berfikir secara logis peserta didik terhadap suatu materi. Hasil belajar memperlihatkan kemampuan peserta didik terhadap materi yang telah difahami dan dipelajari, serta kemampuan peserta didik dalam memecahkan problem yang ada (Yasmin dann Budi, 2019: 1). Pembelajaran Kooperatif menurut Ali (2021: 249), merupakan kegiatan belajar mengajar dalam skala kecil yang memiliki tujuan agar peserta didik dapat belajar dengan baik, optimal serta dapat bekerja sama dalam kelompok.
Model pembelajaran kooperatif learning Jigsaw merupakan model pembelajaran berbasis kooperatif, siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat hingga lima orang dengan memperhatikan kemampuan belajar yang heterogeny, sehingga dapat bekerjasama secara baik, bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu materi yang diberikan, serta menyampaikan materi secara tersebut kepada kelompok yang lain (Saiful Asep, 2016: 113). Oleh karena itu, metode Jigsaw ini dapat menjadi alternatif dalam memecahka masala dengan langkah pembelajaran yang efektif dibandingkan hanya menggunakan motode pembelajaran komvensional saja. Motode Jigsaw ini dapat digunakan untuk mengatasi siswa yang pasif dalam belajar dengan adanya pembentukan kelompoj asal dan kelompok ahli.
Hal yang melatarbelakangi judul ini dikarenakan kemampuan peserta didik kelas X-2 dalam menganalisis kaidah kebahasaan teks LHO masih kurang. Berdasarkan siklus awan yang telah dilakukan kemampuan beberapa peserta didik dalam menganalisis kaidah kebahasaan teks LHO masih kurang, serta kontribusi antara peserta didik satu dengan lainnya juga masih kurag sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar itu sendiri. Oleh sebab itu, diperlukan model pembelajaran yang interaktif dan dapat menunjang belajar peserta didik seperti penggunaan metode pembelajaran kooperatif learning model Jigsaw. Model pembelajaran ini diharapkan mampu membantu pastisipasi peserta didik untuk aktif dalam belajar sehingga hasil pembelajaran akan lebih optimal, karena keterlibatan yang mendalam oleh setiap individu akan memperkaya wawasan dan pengetahuan serta mendorong terciptanya suasana belajar yang kolaboratif dan aktiv.
Model Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas. Sofiyah, et all (2004: 1) menyatakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan metode penelitian yang berkembang dari konsep penelitian tindakan . Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki tujuan utama untuk membawa perubahan yang lebih baik pada lembaga akademik dan tempat pelaksanaan penelitian tersebut (Prihantoro & Hidayat, 2019: 50). Chamida (2021: 20) menjelaskan bahwa tujuan penelitian yakni membantu menempatkan penelitian tindkan untuk paradigma yang berbeda dari penelitian di bidang pendidikan. Penelitian Tindakan kelas memungkinkan pendidik agar secara aktif terlibat pada proses perubahan yang berkelanjutan, sehingga memungkinkan adanya lingkungan belajar yang efektif dan efisien sesuai kebutuhan yang diharapkan.
Selain PTK memiliki manfaat kepada pendidik, adanya PTK juga memiliki dampak yan baik bagi perkembangan hasil belajar bagi peserta didik tersebut. Arikunto (dalam Syaifudin, 2014: 2) arah serta tujuan penelitian Tindakan kelas (PTK) diperuntukkan kepada peserta didik, hingga peserta didik yang ada mendapat hasil belajar yang diharapkan, tidak hanya bergantung kepada pendidik saja. Penelitian Tindakan Kelas memungkinkan pendidik dapat mencapai potensi terbaik setiap peserta didik dalam proses belajarnya.
Nanda (2005: 5) menjelaskan bahwa melalui PTK, pendidik memiliki peluang yang cukup besar dalam mengembangkan metode pembelajaran yang bervariasi dan kreatif. Pada hal ini, PTK bermaksud mengembangkan berbagai metode pengajaran yang bervariasi dengan maksud meningkatkan dan memperbaiki agar menjadi lebih baik dan efektiv (Sigit, 2023: 1). Oleh karena itu, penelitian tindakan kelas memungkinkan pendidik dalam menciptakan suasana belajar yang lebih dinamis sesuai kebutuhan guna mendukung belajar peserta didik agar lebih aktif dan aktif dalam pembelajaran tersebut. pengelolahan kelas yang baik dapat berkontribusi dalam peningkatan kualitas pembelajaran nantinya. Penelitian tindakan kelas memberikan kesempatan bagi pendidik dalam memilih dan menggunakan media ajar serta sumber belajar sesuai denga kebutuhan yang ada untuk mendukung kegiatan belajar mengajar di kelas. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian tindakan kelas tidak hanya membantu pendidik dalam meningkatkan kreatifitas mengajar, namun memastikan pula bahwa proses belajar berlangsung dengan baik dan kondusif serta sesuai dengan kebutuhan peserta didik yang diharapkan.
Berdasarkan uraian tersebut, Arikunto (2015: 194) menjelaskan apabila penelitian tindakan kelas menjadi bentuk pengamatan yang bersifat kolaboratif, reflektif, parsitipatif, implementasi tindkan serta melakukan refleksi hingga perbaikan atau peningkatan yang diharapan tercapai. Oleh karena itu, keberhasilan PTK bergantung kepada kemampuan pendidik saat melakukan refleksi secara kritis ketika pembelajaran dikelas berlangsung. Refleksi tak hanya mencakup evaluasi yang dilakukan saja, namun harus mempertimbangkan konteks yang ada seperti, kebutuhan, karakteristik peserta didik yang ada, lingkungan belajar dan keadaan kelas.
Penelitian Tindakan Kelas memberikan peran yang penting pada peningkatan keaktifan peserta didik dalam tahapan pembelajarannya. Peserta didik terlibat dalam tahap-tahap penelitian yakni observasi, refleksi, pendidik dapat memahami perspektif peserta didik, serta lingkungan belajar yang inklusif. Pada hal ini, PTK tidak hanya sebagai alat untuk memperbaiki pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik, namun sebagai upaya memberdayakan peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga terdapat Solusi bagi peserta didik yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kemampuan belajarnya.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, menunjukan bahwa penerapan PTK yang dilaksanakan pada siklus penelitian tindakan kelas memberi dampak yang baik pada peningkatan pembelajaran dan hasil belajar peserta didik. Berikut merupakan tiga siklus peningkatan hasil belajar mengenalisis struktur dan kaidah kebahasaan teks LHO di kelas X-2:
Pra-Siklus
Pada tahap ini berisikan aktivitas menganalisis struktur dan kaidah kebahasaan teks LHO dengan judul “Kunang-kunang”. Pada pra-siklus peserta didik menulis hasil analisis yang telah dilaksanakan pada LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik). Hasil penelitian serta asesmen di tahap pra-siklus ini digunakan pendidik untuk memahami dan mengetahui karakter serta kemampuan awal peserta didik. Analisis data yang dilakukan memiliki fungsi untuk menentukan permasalahan utama yang terdapat di kelas sehingga dapat diperbaiki serta sebagai tujuan penelitian tersebut. Pada tahap ini, penting dilakukan guna memastikan tindakan yang direncanakan pada siklus penelitian berikutnya akan relevan sebagai upaya mengatasi masalah yang ada.
Hal ini berarti, standar pencapaian kompetensi peserta didik belum tercapai secara maksimal. Selain itu, pendidik dapat menemukan permasalahan seperti, adanya peserta didik yang tidak aktif dalam pembelajaran, motivasi belajar kurang, dan metode pengajaran yang tidak efektif yang mengakibatkan timbulnya semangat belajar yang terus menurun. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan peneliti dapat menerapkan model pembelajran serta media yang interaktif agar peserta didik termotivasi dan semangat dalam belajar.
Grafik tahap pra-siklus di kelas X-2 SMA Negeri 6 Surabaya.
No | Nama Kelompok | Nilai |
1 | Biru | 70 |
2 | Orange | 70 |
3 | Kuning | 70 |
4 | Hitam | 75 |
5 | Biru Laut | 68 |
6 | Maron | 75 |
Tabel 1. Nilai hasil analisis struktur dan kaidah kebahasaan LHO pra-siklus
Siklus I
Pada tahap siklus I dilakukan analisis mendalam terhadap perencanaan pembelajaran yang telah disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Proses ini penting diperhatikan dengan baik pada berbagai komponen pendukung yang berperan dalam keberhasilan pelaksanaan pembelajaran. Komponen tersebut meliputi bahan ajar yang relevan serta inovatif, metode pembelajaran yang sesuai dengan kakarteristik kelas. Pada hal ini, pemiliha media pembelajaran yang tepat seperti video edukativ, juga perlu diperhatikan oleh pendidik untuk menarik perhatian belajar peserta didik sehingga pembelajaran akan lebih efektif. Sumber belajar penunjang seperti buku paket sebagai referensi, materi yang bersumber dari media internet, dapat menjadi pula menjadi pendukung pembelajaran. Terakhir, rubik penilaian yang telah dirancang harus sesuai agar dapat menjadi bahan evaluasi hasil belajar peserta didik secara objektif, mencakup aspek kognitif, afektif, serta psikomotor. Semua komponen tersebut harus selaras guna memastikan proses belajar berjalan dengan baik serta dapat mencapai hasil belajar yang optimal sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Berikutnya merupakan tahap pelaksanaan yang dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Pendahuluan dilakukan selama kurang lebih lima belas menit, meliputi pendidik memulai pembelajaran dengan membangun suasana yang kondusif di kelas, berdoa sesuai kepercayaan masing-masing peserta didik, memastikan kehadiran seluruh peserta didik di kelas, memimpin peserta didik untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia, menyampaikan capaian pembelajaran serta tujuan pembelajaran, mengulas materi yang telah diajarkan pada pekan sebelumnya. Kemudian, kegiatan inti dilaksanakan selama enam puluh menit. Pada hal ini, pendidik memberikan umppan balik berupa pertanyaan pemantik mengenai pengertian teks LHO dan karakteristik teks LHO. Selanjutnya yaitu, pendidik membentuk peserta didik menjadi beberapa kelompok yang telah ditentukan memperhatikan tingkat kemampuan masing-masing individu (penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw).
Pendidik membagikan Lembar Kerja Peserta Didik pada setiap kelompok yang di dalamnya terdapat artikel berjudul “Kunang-kunang” serta tabel untuk perserta didik dapat menuliskan jawabannya. Selanjutnya, pendidik memberikan pertanyaan pemantik kepada peserta didik mengenai struktur dan kaidah kebahahasaan seperti apa yang terdapat pada artikel LHO tersebut. Selanjutnya, pendidik memberikan intruksi untuk menganalisis struktur kaidah kebahasaan teks LHO dengan judul kunang-kunang tersebut serta peserta didik mengungkapkan argumentasinya. Berikutnya, pendidik mengintruksikan kepada peserta didik untuk menganalisis struktur dan kaidah kebahsaan LHO tersebut. Pada hal ini, pendidik menjadi fasilitator, membimbing setiap kelompok memberikan bantuan apabila diperlukan. Selanjutnya, kelompok melakukan pemeriksaan terhadap hasil kerja kelompok setiap anggota.
Pada kegiatan penutup, peserta didik melakukan refleksi pembelajaran dan didampingi oleh pendidik. Selanjutnya, pendidik memberikan apresiasi kepada seluruh anggota kelompok yang telah berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut. apresiasi yang diberikan dapat berupa pujian, pengakuan terhadap semangat peserta didik dan prestasi peserta didik tersebut. Terakhir, pendidik menginformasikan kepada peserta didik mengenai pelaksaan pembelajaran selanjutnya.
Pada tahap observasi ini, dilakukan proses penilaian terhadap LKPD yang telah dikerjakan oleh peserta didik serta penilaian terhadap kinerja setiap kelompok belajar dalam berkolaborasi memecahkan masalah. Berdasarkan hasil penilaian yang telah dilakukan, masih terdapat peserta didik yang belum mengalami peningkatan hasil belajar serta kurangnya kontrubusi beberapa individu dalam berkelompok. Oleh karena itu, pada siklus selanjutnya pendidik memberikan ulasan mengenai materi secara ringkas dan jelas serta umpan balik yang detail guna membantu peserta didik dalam memahami materi yang dirasa kurang. Selain itu, pendidik juga perlu memberikan motivasi kepada peserta didik guna menumbuhkan semangat belajar yang lebih tinggi, saling berkontribusi dalam satu kelompok belajar demi tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan.
No | Nama Kelompok | Nilai |
1 | Biru | 78 |
2 | Orange | 78 |
3 | Kuning | 75 |
4 | Hitam | 82 |
5 | Biru Laut | 75 |
6 | Maron | 80 |
Tabel 2. Nilai hasil analisis struktur dan kaidah kebahasaan LHO siklus 1
Siklus II
Pada siklus ini, guru memberikan pemantik dengan menggunakan salindia berbentuk power point sebagai media untuk kembali menyampaikan materi yang kurang dapat difahami dengan baik oleh peserta didik. Peserta didik diberikan ruang untuk bertanya jawab dengan teman sebayanya atau juga dengan pendidik (bentuk pelaksanaan pembelajaran kooperatif jigsaw). Selain itu, pendidik menampilkan contoh hasil analisis kebahasaan dan struktur LHO yang baik dan benar kepada peserta didik sebagai acuan peserta didik dalam mengerjakan materi berikutnya. Anggota kelompok pada siklus ini pun juga tetap sama, hal ini bertujuan untuk memudahkan pendidik dalam memantau perkembangan peserta didik yang mengalami masalah terkait pemahamannya terhadap materi yang ada. Selain itu keseragaman kelompok yang sama, memungkinkan pendidik untuk lebih mudah merefleksi dan melakukan proses evaluasi secara lebih efektif dalam siklus II, sehingga peserta didik dapat mencapai hasil yang lebih baik lagi.
Pada siklus I, data diperoleh dan ditulis pada Lembar kerja peserta didik, namun pada siklus II data di peroleh melalui bentuk penugasan yang diberikan pada peserta didik, yang berbentuk info grafis atau video kreatif yang dapat didesain semenarik mungkin oleh peserta didik secara berkelompok. Pada hal ini, peserta didik dapat menggunaakan media Cnva atau capcut sebagai media untuk membuat infografis atau video grafis yang unik dan menarik. Terdapat banyak sekali fitur-fitur terkini terkait dengan desain grafis tersebut, sehingga peserta didik dapat membuat dan mendesainnya dengan berbagai variasi sesuai minat dan keinginan mereka.
Pada siklus II terlihat adanya peningkatan hasil belajar pada setiap diri peserta didik, hal ini dapat dibuktikan dengan antusias para peserta didik dalam berkolaborasi dalam keaktifan kelompok, saling aktif dalam berdiskusi dalam kelas serta adanya keberanian dalam mengungkapkan gagasan atau pikiran setiap masing-masing anggota kelompok belajar. Pada siklus satu, hasil belajar peserta didik kurang maksimal, melihat banyaknya peserta didik yang masih belum memahami secara mendalam mengenai materi struktur dan kaidah kebahasaan teks LHO tersebut. Padaa awalnya terdapat beberapa peserta didik yang kurang dalam hal minat belajarnya, namun guru memberikan tindak lanjut dari siklus sebelumnya dengan Menyusun Lembar Kerja Peserta Dididk yang lebih menarik dengan tujuan agar peserta didik dapat semangat dan tertarik dalam belajar. Setelah pendidik melakukan upaya untuk menumbuhkan semangat belajar peserta didik sesuai minat dan kemampuan peserta didik terjadi peningkatan yang signifikan pada siklus dua ini. Pada siklus dua ini, peserta didik diharapkan mampu untuk menganalisis struktur dan kaidah kebahasaan teks LHO karena adanya bimbingan yang lebih intens, motivasi terhadap peserta didik untuk saling berkontribusi dalam setiap anggota kelomok dan mengintegrasikan pembelajaran dengan teknologi yang berbeda dari sebelumnya. Berikut perbandingan nilai yang diperoleh peserta didik sebagai berikut:
No | Nama Kelompok | Nilai |
1 | Biru | 85 |
2 | Orange | 85 |
3 | Kuning | 85 |
4 | Hitam | 90 |
5 | Biru Laut | 85 |
6 | Maron | 90 |
Tabel 3. Nilai hasil analisis struktur dan teks LHO siklus II
Adapun prosentase peningkaatan hasil belajar peserta didik di kelas X-2 SMA Negeri 6 Surabaya dari pra-siklus, siklus I, siklus II seperti dibawah ini:
No | Nama Kelompok | Prasiklus | Siklus I | Siklus II | Prosentase |
1 | Biru | 70 | 78 | 85 | 43% |
2 | Orange | 70 | 78 | 85 | 43% |
3 | Kuning | 70 | 75 | 85 | 44% |
4 | Hitam | 75 | 82 | 90 | 44% |
5 | Biru Laut | 68 | 75 | 85 | 43% |
6 | Maron | 75 | 80 | 90 | 44% |
Jumlah rata-rata | 7133% | 7800% | 8667% | 43% |
Tabel 4. Prosentase hasil belajar kelas X-2 SMA Negeri 6 Surabaya prasiklus, siklus I, Siklus II
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti dapat menarik simpulan bahwa:
- Pada siklus I tingkat prosentase peningkatan kemampuan menganalisis struktur dan kaidah kebahasaan teks LHO menggunakan model pembelajaran kooperatif learning tipe Jigsaw di kelas X-2 SMA Negeri Surabaya menunjukkan nilai terendah 75 sedangkan nilai tertinggi 82, sedangkan pada siklus II diperoleh nilai terendah 85 dengan nilai tertinggi 90.
- Hail observasi siklus I sebesar 7800% sementara pada siklus II sebesar 8667% lebih baik daripada siklus I.
Model pembelajaran kooperatif learning tipe Jigsaw terbukti dapat meningkatkan haisl belajar peserta didik dengan mendorong Kerjasama antar tim, aktif, dan saling bertukar pendapat dalam diskusi, sehingga peserta didik lebih memahami dengan baik mengenai materi yang diberikan pada saat pembelajaran tersebut. Selain itu adanya pembelajaran yang diitegrasikan dengan teknologi seperti Canva dan capcut, atau aplikasi berbasi sdesain grafis teknologi juga dapat menjadi media atau sarana yang tepat dalam menunjang pembelajaran di abad 21 ini.
Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu, menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe yang lain seperti STAD , TGT dengan menggunakan sumber dan media pembelajaran yang berbasi teknologi sesuai dengan kebutuhan peserta didik, serta memberikan keterampilan tambahan bagi pendidik dalam menerapkan jenis pembelajaran tipe Jigsaw agar lebih menarik lagi, serta melakukan evaluasi berkelanjutan terhadap pembelajaran yang telah dilakukan demi tercapainya tujuan pembeljaran yang diinginkan