Perkembangan teknologi digital saat ini tak bisa dipisahkan dari kehidupan generasi muda. Hampir semua aktivitas, dari belajar, bekerja, sampai bersosialisasi, kini berkembang ke ranah digital. Hal ini tentu menjadi tantangan sekaligus peluang bagi organisasi kemahasiswaan seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
IMM sebagai organisasi kader yang berbasis nilai keislaman dan kemuhammadiyahan, juga dituntut untuk mampu beradaptasi. Salah satunya adalah dengan menghadirkan kaderisasi digital. Namun, digitalisasi ini tak boleh sekadar menjadi simbol modernitas. Tantangan terbesarnya adalah memastikan digitalisasi tetap sejalan dengan nilai-nilai dasar IMM, yaitu Trikoda dan Trilogi, yang menjadi ruh dalam proses kaderisasi.
Digitalisasi bukan sekadar pilihan, tapi sebuah keniscayaan. Terlebih pada era industri saat ini, banyak kegiatan IMM termasuk kajian, diskusi serta forum-forum perkaderan berpindah ke ruang daring. Zoom, Google Meet, bahkan WhatsApp kini jadi ruang baru untuk berdialektika. Proses kaderisasi menjadi lebih fleksibel, efisien, dan menjangkau lebih luas. Dalam kondisi tertentu seperti pandemi atau wilayah yang sulit dijangkau, digitalisasi menjadi solusi utama untuk tetap menjaga kesinambungan kaderisasi.
Meski digitalisasi membawa berbagai kemudahan, IMM tidak boleh kehilangan jati diri sebagai organisasi kader. Esensi kaderisasi IMM bukan hanya pada proses transfer pengetahuan, tapi juga pembentukan karakter, penanaman ideologi, dan internalisasi nilai-nilai keislaman dan kemuhammadiyahan. Inilah tantangan utama dari digitalisasi.
Digitalisasi bukan berarti mengubah arah, tapi mengubah cara. IMM harus memastikan bahwa meskipun medianya digital, ruh kaderisasinya tetap hidup. Bukan hanya tentang menyampaikan materi, tapi juga menanamkan nilai. Bukan hanya soal teknologi, tapi tentang ideologi.
Strategi Implementasi Kaderisasi Digital yang Relevan
Dalam rangka menjaga relevansi kaderisasi di era digital, IMM perlu merancang kurikulum yang adaptif dan kontekstual. Penyusunan materi harus mempertimbangkan perkembangan zaman sekaligus tetap berpijak pada nilai-nilai ideologis organisasi.
Di samping itu, kapasitas instruktur menjadi aspek krusial dalam pelaksanaan kaderisasi digital. Diperlukan penguatan literasi dan keterampilan digital agar proses kaderisasi tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga interaktif, komunikatif, dan bermakna. Beragam metode pembelajaran seperti pemanfaatan media sosial, diskusi daring, simulasi, hingga produksi konten edukatif perlu diterapkan guna meningkatkan partisipasi dan menghindari kejenuhan peserta.
Terakhir, evaluasi yang dilakukan secara berkala menjadi langkah penting untuk menilai efektivitas proses kaderisasi digital, baik dari aspek kognitif, afektif, maupun ideologis. Dengan demikian, IMM dapat memastikan bahwa kader yang terbentuk tetap memiliki kapasitas intelektual dan komitmen gerakan yang kuat.
Penulis: Shofia Zein